Kencan Pertama

Doaku adalah semoga di akhir pekan ini tidak banyak air yang jatuh ke bumi. Bukan karena akan ada kunjungan presiden atau pagelaran dangdut di desa, buat ku ini dirasa lebih penting.
I am going to have a guest. A special one.. 

Sabtu siang.
Aku tiba di rumah. Kali ini sedikit berbeda rasanya. Aku benar-benar berharap tak ada hujan yang turun nanti malam tapi entahlah. Sore itu langit cukup gelap dan sepertinya ia tak kuasa menahan "tangisnya". Hujan. Deras. Reda. Hujan. Reda. Gerimis. Rintik-rintik. Ya begitulah..

"Nanti, setelah shalat isya, kaka ke rumah ya..", sahutnya di telefon.
"Kalau hujan gimana?"
"Hmm.. yaa.. gak jadi."
"Yaaahh.."
"Ngga.. ngga.. ya nanti pake jas hujan, de."

Begitulah percakapan singkat menjelang senja.

Malam pun tiba. Rasanya.. Sudah tidak sabar untuk bertemu. Sudah cukup lama aku tak bersua dengannya. Pertemuan singkat di awal agustus menjadi satu-satunya momen dimana kita bisa bertatap muka. Tidak terencana. Sangat singkat. Aku sibuk dengan ponsel ku. Hanya beberapa basa basi yang terlontar diantara aku, dia dan teman-temanku kala itu. Setelah pertemuan itu... nothing happened. Sampai suatu waktu Tuhan mengizinkan kita dekat dan lebih saling mengenal satu sama lain. Dia adalah orang yang menghiburku di kala aku sedih. Dia adalah orang yang mengucapkan
'selamat pagi..' di pagi hari dan 'selamat tidur' saat kantuk sudah melanda di jam 11 malam.
Aku tak tahu betul seperti apa wajahnya. Aku bahkan harus membuka smartphone ku dan melihat fotonya untuk mengingat seperti apa ia tersenyum. Hanya suaranya yang bisa ku dengar setiap hari. Setiap hari dan tak pernah bosan.

***
Rintik hujan bukanlah halangan. Ia datang menjumpai ku tepat setelah waktu shalat isya seperti apa yang dia katakan sebelumnya.

Dia nampak tersenyum lebar. Sumringah. Auranya terpancar. Wajahnya berseri. Matanya berbinar. Aku pun bisa mendengar suara yang biasanya hanya ku dengar di telefon secara langsung. Perfect.

"Dede kamu ko cantik banget..", dengan tanpa basa basi dia berucap.
"Masa?!", dia sukses membuatku tersipu.
"He'em.. Serius.. Kamu cantik banget..", dia meyakinkan.
"Makasih. Kaka juga ganteng banget..", goda ku.
 
Seketika itu dia tersenyum dan memalingkan muka seperti malu. Dia terus menerus memuji dan menatapku namun aku tak diperkenankan melakukan hal serupa. Ahh...Curang.. Itu tak adil.

Dua jam duduk bersama, ada banyak hal yang kita bicarakan. Banyak senyum yang terukir. Banyak tawa yang terdengar. Banyak rasa yang hadir. Salah satunya rasa tak cukup untuk melepas rindu.
Ya.. Rindu..

Malam minggu ini adalah kali pertama kita 'berkencan'. Malam mingguan? Rasanya terlalu tua untuk itu, tapi mungkin memang ada saat dimana kita sebaiknya menjadi apatis terhadap hal-hal yang tidak berpihak kepada kita dan tetap fokus pada diri kita.

***

Malam berikutnya.
Saat orang berkata - "saat kau jatuh cinta, dunia serasa milik kita berdua", ada benarnya. Dunia serasa milik berdua. Yang lain? Ngontrak. Ah.. Numpang gratis pun tak apa. Kita sedang berbaik hati. ^^

Tak ada hal 'special' yang kita lakukan. Tak ada candle light dinner. Tak ada setangkai mawar. Hanya aku dan dia di ruang tamu. Tetapi semua terasa hangat dan menyenangkan. Kurang dari tiga jam yang cukup membuat otot-otot wajah kendur karena aku tak bisa berhenti tersenyum dan tertawa saat di dekatnya.

***
Senin sore.
Waktu libur ku telah usai dan aku harus kembali ke kota. Kampus dan pekerjaan sudah menanti esok pagi. Weekend ini memang berbeda. Kepulangan ku yang sedikit berbeda dari biasanya. Tak ada adik kecil atau ibu ku yang mengantarku ke terminal bus tetapi dia.

"Kaka mau nungguin dede di terminal sampai dapet bis?"
"Iya lah.."
"Mendung. Nanti kehujanan gimana? Pulang aja nggak apa-apa ko."
"Ya nggak apa-apa. Nanti kaka nungguin dede."
"Yaah.. Berarti nanti de nggak bisa godain tukang ojeg yang di situ dong?! Kan lumayan dapet-dapet buat ongkos bis."

Kemudian tawa pun terdengar di tengah perjalanan menuju terminal di atas kuda besi yang kami tunggangi.

Sembari menunggu bis datang, kami duduk bersebelahan di bangku di pinggir jalan raya. Ngobrol, bersenda gurau dengan pemandangan bukit dan sawah yang terhampar di depan mata.

"Kaka seneng banget bisa kaya gini. Kaka nggak pernah kebayang duduk di samping kamu kaya gini. Orang yang selama ini cuman ada di telfon, sekarang lagi duduk di samping kaka."

Mungkin terdengar sedikit berlebihan tapi memang itulah kenyataannya. Intinya- bahagia.

***
Tiga moment di tiga hari itu cukup berkesan, atau mungkin sangat berkesan. Baik tentunya. Malam minggu pertama yang membuat ku selalu ingin berjumpa, berbicara, dan terus bersama dengannya di malam dan hari berikutnya. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk kebaikan-kebaikan di masa yang akan datang.

Dia yang terkadang menyebalkan. Dia yang terkadang terdengar cerewet. Dia yang memanggil ku anyun, tuying, patrick, sampai beo ramah lingkungan.  Dia yang terkadang membuat otak ku tidak bisa bekerja. Dia yang selalu tahu bagaimana membuat ku tersenyum saat aku kesal.

Thanks for always being there this whole time and promise me this is for ever..


#29301101122014
Source: Google

Komentar