JANJI MANIS ORANG DEWASA

Saya memiliki seorang sahabat saat masih ngantor dulu. Beliau adalah seorang ibu dengan satu orang putra, namanya Satria.

Saya mengenal sahabat saya pertama kali saat Satria kalau tidak salah berusia kurang lebih 3 tahun.

Dalam sebuah job training di awal seleksi masuk kerja kala itu, beliau adalah roommate saya. Kita diharuskan menginap dalam sebuah asrama. Tidak diperkenankan pulang kecuali weekend.

Jadwal training yang ada saat itu sangatlah padat. Dari pukul 07.00- 17.00 kurang lebih. Belum lagi jadwal kegiatan keagamaan setelahnya. Lalu waktu yang diatas kertas untuk istirahat, nyatanya digunakan untuk mengerjakan PR. Begitu setiap hari selama satu bulan.

Tapi selama satu bulan itu, saya jadi melihat sesosok ibu yang begitu saaaayyyyyaaaanggg terhadap anaknya, Satria. Disela-sela waktu istirahat, jeda 15 ataupun 30 menit selama kelas, setelah maghrib, setelah isya, sebelum tidur, sahabat saya ini SELALU menelfon orang tuanya hanya untuk memastikan keadaan Satria. Di waktu-waktu itu, setiap hari.

"Satria anteng?"

"Bu, Satria gimana? Anteng?"

"Satria rewel nggak?"

Sampai-sampai, setelah 4 tahun berlalu, saya masih ingat persis bagaimana sahabat saya menyuarakan intonasi kalimat "Satria anteng?" nya kala itu.

Dalam hati saya, "mbak.. mbak.. ko sampe sebegitunya?"

Kejadian itu di tahun 2015 dan saya belum menikah.

Kemudian kami qadarullah ditempatkan di unit kantor yang sama selama 3 tahun sebelum pada akhirnya kami berpisah karena saya memutuskan untuk resign di 2018.

Dalam kurun waktu 3 tahun bersama, sahabat saya itu menyaksikan saya yang belum menikah, menikah, lalu memiliki seorang anak, Keanu.

Kami bicara tentang banyak hal, termasuk tentang bagaimana beliau mendidik Satria yang berjauhan dengan ayahnya karena bekerja di luar kota.

Beliau adalah seseorang yang perfeksionis dalam pekerjaan. Dan tampaknya itu tidak jauh berbeda dalam penerapan pola asuh anak.

Dari sekian banyak yang saya pelajari tentang hidupnya, saya sangat heran tentang bagaimana beliau sangat disiplin menerapkan aturan tentang makanan.

"Aku kalau lagi kepengen banget makan mie, tapi Satria masih bangun, ya ngumpet-ngumpet makannya."

"Satria itu makan mie ya gara-gara dikasih sodaraku. Lagi main bareng, anaknya lagi makan mie terus Satira dikasih. Wong anak ga pernah makan mie, penasaran. Jebule doyan. Seneng mie. Haduuuh.. " keluhnya.

Dan sampai ada adegan yang kalau dinarasikan kurang lebih seperti ini,

Ibu tetangga : Mas satria mau jajan?

Satria : enggak. *padahal dia pengin itu jajan wafer coklat yang ada butiran-butiran kaya berasnya itu.

Ibu tetangga : nggak apa-apa. Boleh ko sama ibu.

Satria : enggak mau.

Nenek Satria : Nggak apa-apa dimakan. Nih, nenek telpon ibu.

*kemudian nenek betulan telpon sahabat saya itu, dan Satria bicara dengan ibunya ditelpon, meminta izin kalau-kalau dia mau makan jajan coklat itu. Then, his mom agreed."

Lalu, barulah Satria mau makan itu coklat.

Aduh gustiiii.. saya bener-bener heran sama satria. Ko bisa terbentuk Satria yang manut seperti itu?

"Aku memang keras, Fir, sama aturan. Tapi aku ga pernah ingkar janji sama Satria." ujarnya.

Jadi kalau beliau itu bilang makan coklat hanya di hari rabu, saat Satria minta coklat di hari selasa, tidak akan diberi. Tapi beliau beri coklat di hari rabu. Benar-benar di hari rabu. Kalau sudah janji minggu jalan-jalan, ya berangkat jalan-jalan hari minggu itu.

Dan saat saya memiliki Keanu, apalagi saat dia sudah bisa diajak komunikasi dua arah, saya mencoba menerapkan itu. Tidak pernah ingkar janji.

Alhamdulillah.. sejauh ini berhasil.

"Nu.. tadi kan udah jajannya. Jajan itu satu hari sekali aja. Tadi udah, sekarang enggak jajan lagi."

Kalimat itu seringkali saya lontarkan saat keanu minta jajan dobel. Kemudian saya alihkan perhatiannya ke aktifitas yang lain. Dan disaat keanu belum jajan seharian, dia minta, ya saya beri. Tidak ada permintaan, ibu pura-pura amnesia soal jatah jajan. Wkwk

Tapi benar adanya, benar rasanya. Anak itu mengingat apa yang kita ucapkan. Termasuk janji.

Pernah suatu ketika, saya, keanu, suami dan 2 orang saudara saya bepergian dengan motor. Jarak yang ditempuh cukup jauh dan di malam hari. Keanu ikut bersama motor Om nya. Lalu ditengah jalan kami berhenti untuk memindahkan Keanu bersama saya dan suami karena jalur yang kita tempuh untuk pulang berbeda.

Tapi..masya allah Keanu mogok. Dia enggak mau pindah motor. Nangis heboh.. akhirnya terpaksa dipaksa pindah karena hari sudah malam. Si Om kami biarkan pergi.

Kami menunggu di bahu jalan, merayu Keanu dengan iming-iming jajan kesukaanya, susu kotak, dsb dsb.

Tapi.. tidak mempan.

Karena sudah semakin malam dan agak mengerikan ada di bahu jalan besar, kami paksa Keanu naik motor dengan menangis sejadi-jadinya. Saya pegangi dia sekuat tenaga karena anak kecil ini lumayan juga tenaganya... mau loncat turun, maaakk!

Kalau orang lihat, mungkin dikira kami sedang menculik anak orang.

Nangisnya menjadi-jadi ditambah dengan Permintaan untuk duduk di depan.

Tentu kami tidak izinkan. Jarak masih jauh sekali.

"Nanti ya.. pindah di depannya kalau di lampu merah terakhir. Kalau sudah dekat rumah Nunu. Ini masih jauh sekali, nanti dede sakit."

Dan dia diam.

Selang beberpaa lama, mungkin dia merasa dibodohi,

"ko gak pindah-pindah duduknya?"

padahal memang jarak yang masih sangat jauh sampai di lampu merah yang di maksud.

Keanu nangis lagi. Nangis heboh terus sampai akhirnya sampai di lampu merah terdekat rumah kami. Jaraknya masih sekitar 1 km menuju rumah.

Kita skip 'beli jajan dan susu kotak' yang tadi karena kami pikir dia sudah tenang, lagipula di rumah masih ada susu kotak. Nanti pakai itu aja.

Sesampainya di rumah, belum turun dari motor, Keanu nangis lagi. Saya pikir karena masih pingin naik motor dan ogah masuk ke rumah. Nyatanya tidak. Keanu menagih janji beli jajan dan susu kotak yang tadi.

Masya allah.. akhirnya kami keluar lagi menuju mini market. Dan saat ditawari jajanan disana, Keanu menolak. Dia hanya ingin susu kotak. Satu buah. Bayar, lalu pulang.

Tidak ada lagi drama drama. Anteng dan ngobrol seperti tidak telah terjadi apa-apa.

****

Yaa.. begitulah.. tentang sebuah janji pada anak. Saya berusaha untuk tidak memberikan harapan atas hal yang saya tidak akan / tidak bisa berikan.

"Yuk.. pulang yuk.. nanti ibu kasih permen." Padahal permen adalah hal yang sangat ibu larang.

"Oya.. itu dirumah ada eskrim. Nanti dimaem tikus eskrimnya. Kita pulang yuk.." padahal di rumah sama sekali tidak ada eskrim.

"Udah yuk mainnya.. kita ikut tante mau jalan-jalan." Padahal tante baru saja pulang dari kampus dan tidak akan pergi kemana-mana.

Apapun kondisinya, bagaimanapun tantrumnya, saya berusaha untuk tidak mengucapkan sebuah janji palsu. Karena saya tidak mau dicap sebagai ibu pengumbar janji.

Sebagai gantinya, saya berikan dia rayuan , iming-iming hal yang dia sukai dan memang memungkinkan untuk dilakukan.

"Yuk.. pulang sudah sore, mau maghrib. Nanti ayah pulang Nunu nya gak ada di rumah, ayah cari." karena saat ayah pulang, Keanu selalu menyambut dengan ceria dari balik pintu.

"Besok lagi mainnya, kita pulang kita buat ikan besar pakai kertas digunting yuk.." karena ini adalah mainnan kesukaannya setiap hari.

Dan kalimat juga jurus yang terakhir,

"Yaudah Nunu nangis aja gak apa-apa, tapi harus tetep pulang." Lalu saya gendong dan paksa pulang. Kemudian di jalan pulang saya cari sesuatu yang menarik perhatiannya agar dia diam.

Jurus ini berlaku untuk semua kasus yang tidak menemukan solusi dengan bujukan.

Hmm.. panjang ya?

Hehe maafkan saya. Jadi intinya begitu, tentang pelajaran yang saya dapatkan dari sahabat saya tentang mengucapkan janji pada anak.

Janji memang manis, tapi janganlah kita rajin membuat janji manis saat kita tidak mampu membuatnya menjadi janji yang nyata manisnya. Terutama kepada anak-anak kita yang manis.

Anyway.. Sekarang satria sudah mau kelas satu SD. Keanu sudah 2 tahun lebih, tapi mereka belum pernah bertemu.

Semoga Allah berikan kesempatan. Insyaa allah.. aamiin..


Love,


Firdausah Amalia


Komentar